Pages

Kamis, 13 Maret 2014

(TRIP REPORT) KA 107 Menoreh



Ini merupakan trip lanjutan saya sebelumnya di Semarang. Setelah siang hari sampai di Stasiun Semarang Poncol, maka malam harinya saya sudah harus tiba di Stasiun Semarang Tawang. Untuk menempuh lebih kurang 7 jam perjalanan menuju padatnya ibukota.


Stasiun Semarang Tawang
Lewat maghrib saya sudah tiba di Stasiun Semarang Tawang. Kereta yang saya tumpangi baru akan berangkat pada pukul 20.00 WIB. Masih ada waktu 1 jam lebih. Waktu saya gunakan untuk sekedar melihat-lihat bangungan cagar budaya yang diresmikan pada tahun 1868 itu.



Peron Stasiun Semarang Tawang
Jam 19.00 WIB pintu boarding untuk KA 107 Menoreh dibuka. Rangkaian pun sudah disiapkan di jalur 1 Stasiun Semarang Tawang sekitar 1 jam yang lalu. Tanpa membuang waktu saya langsung melakukan boarding dan masuk area peron. Menuju kursi saya untuk meletakkan barang.


Stasiun Semarang Tawang
Selama di Stasiun Semarang Tawang, ada beberapa kali kereta melintas. Mulai dari 2 rangkaian kereta peti kemas yang mana masing-masing menuju ke Barat dan ke Timur. Dan juga bertemu dengan KA 119 Kertajaya.

Tepat pukul 20.00 WIB semboyan 40 dilaksanakan, kereta diberangkatkan. Karena kondisi badan yang sudah cukup lelah, akibat seharian jalan-jalan dikota Semarang. Sehabis pemeriksaan tiket saya langsung bersender di kaca, dan kehilangan kesadaran.

Saya duduk di K3AC-1 / 22D. Okupansi dikereta saya pada saat start dari Semarang Tawang sekitar 90%. Menariknya, berbeda dengan KA Bogowonto atau Krakatau yang saya tumpangi beberapa waktu lalu. Di KA Menoreh saya tidak mengalami yang namanya "kedinginan". Temperatur sangat pas untuk saya. Jaket baru saya pakai selepas Stasiun Bekasi.

Interior
Akhirnya saya (setengah) sadar kembali sekitar pukul 23.10 WIB. Kala itu KA 107 Menoreh sedang berhenti di jalur 1 Stasiun Brebes. Entah untuk bersilang, disusul, atau hanya untuk menaik turunkan penumpang. Badan masih malas untuk dibawa ke bordes. Beberapa menit kemudian kereta diberangkatkan kembali. Saya bersender di kaca, kembali terlelap.

Tengah malam kereta kembali berhenti untuk silang dan disusul. Kali ini di jalur 1 Stasiun Cirebon Prujakan. Karena tahu kalau kereta akan berhenti lama disini maka saya paksakan keluar untuk sekedar mengambil gambar, walau mata masih berat.


Stasiun Cirebon Prujakan
Setelah beberapa saat masuk KA 4 Argo Bromo Anggrek Malam, dengan rangkaian Go Green nya. Petugas Stasiun Cirebon Prujakan dengan "halo-halo" nya mengatakan KA 107 Menoreh belum bisa diberangkatkan. Harus menunggu disusul KA 95 Senja Utama Solo.


Sampai akhirnya terdengar semboyan 35 dari arah selatan. Senja Utama Solo datang dari arah selatan melintas langsung jalur 7 Stasiun Cirebon Prujakan. Tak beberapa lama akhirnya ada pengumuman bahwa KA 107 Menoreh dapat segera kembali diberangkatkan.


Kereta berjalan kembali. Kepala tersender kembali dikaca. Akhirnya terlelap kembali. Sampai akhirnya jam 03.25 WIB terbangun ketika kereta memasuki Stasiun Bekasi. Berhenti sejenak untuk menurunkan penumpang, lantas KA 107 Menoreh kembali diberangkatkan.

Akhirnya, kereta segera tiba di Jatinegara, kita kan berpisah, berilah nama alamat serta, esok lusa boleh kita jumpa pula. Penggalan lirik lagu Juwita Malam terngiang ketika memasuki Stasiun Jatinegara sekitar pukul 03.45 WIB. Cukup 3 menit, kereta diberangkatkan menuju stasiun terminus, Pasar Senen.


Stasiun Pasar Senen
Sempat tertahan selama kurang lebih 15 menit di sinyal masuk Stasiun Pasar Senen. Tepat pukul 04.20 WIB saya menginjakkan kaki di ibukota kembali.

Kamis, 06 Maret 2014

(Jalan Sendirian) Semarang


Kereta Tawang Jaya yang saya tumpangi tiba di Stasiun Semarang Poncol disambut oleh lebatnya hujan. Melihat kondisi luar stasiun yang kurang kondusif, terlalu banyak penyedia jasa angkutan mulai becak hingga taksi, saya pun menunggu hujan di dalam area peron Stasiun Semarang Poncol.

Stasiun Semarang Poncol
Sekitar 1 jam menunggu, intensitas hujan tak juga menurun. Diluar stasiun sudah agak sepi dari penyedia jasa angkutan yang tadi ramai. Akhirnya saya paksakan untuk keluar dan segera berjalan ke tujuan pertama saya, Tugu Muda. Dari Stasiun Semarang Poncol ke Tugu Muda berjarak sekitar 1,5 km melewati Jalan Imam Bonjol. Ditemani rintik hujan yang masih belum puas membasahi, saya berjalan ke arah barat daya selama kurang lebih 30 menit.

Etape 1 (Semarang Poncol - Tugu Muda)
Tugu Muda dan Museum Mandala Bhakti
Sesampainya di kawasan Tugu Muda matahari masih belum mau mengintip, namun hujan sudah puas rupanya. Dikawasan ini ada 3 bangunan yang menarik perhatian saya. Pertama Tugu Muda itu sendiri yang terletak di tengah bunderan, lalu ada Museum Mandala Bhakti disebelah selatan, dan yang terakhir yang akan saya kunjungi, Lawang Sewu.

Lawang Sewu
Lawang Sewu merupakan bangungan peninggalan Belanda yang dulunya merupakan kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. NIS merupakan salah satu perusahaan swasta yang bergerak di industri jasa kereta api pada masa itu. Saat ini bangunan ini digunakan sebagai museum yang dikelola oleh PT. KAI.

Lawang Sewu
Dalam komplek Lawang Sewu terdapat 5 gedung, namun yang bisa dikunjungi hanya gedung A, B, dan C. Sedangkan gedung D dan E masih dalam tahap renovasi. Untuk memasuki komplek Lawang Sewu pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp. 10000.

Denah Lawang Sewu
Pertama memasuki komplek Lawang Sewu kaki saya lansung tertuju dan memasuki gedung C. Didalam terdapat gambar blue print rancangan Lawang Sewu beserta bahan baku untuk membuat gedung-gedung ini. Selain itu terdapat mesin wesel tua yang dulu digunakan untuk memindahkan laju kereta dari jalur satu ke jalur lain.

Blue print Lawang Sewu
Mesin Wesel
Selanjutnya sebelum memasuki gedung B saya melihat-lihat di area luar ruangan. Disini terdapat miniatur dari Lokomotif BonBon, yang mana merupakan cikal bakal dari Kereta Rel Listrik di Indonesia.

Si Bonbon
Puas berkeliling diluar, kaki saya arahkan memasuki gedung B. Yang saya rasakan pertama pada saat memasuki gedung B adalah lembap, sesak, dan tentunya merinding. Mungkin karena pada saat itu saya hanya sendiri, dan tidak terlalu banyak "orang" yang berada dalam gedung ini.

Gedung B
Koridor dalam gedung B
Didalam gedung ini di display beberapa maket dari Lawang Sewu. Dan juga foto-foto yang menggambarkan sejarah perkereta apian dari abad 19 sampai saat ini. Sampai akhirnya diujung lorong yang lembab dan temaram saya menemukan sebuah keramaian kecil. Setelah dikonfirmasi ternyata itu adalah jalan masuk menuju ruang bawah tanah.

Lorong dalam gedung B
Begitu masuk ruang bawah tanah yang saya rasakan sama seperti pada saat memasuki gedung B, namun bedanya disini harus ditambah kata "lebih" didepannya. Untuk masuk kesini pengunjung diharuskan membayar Rp. 30000 sudah termasuh sewa sepatu boot, senter, dan jasa pemandu.

Tempat uji nyali
Ruang bawah tanah ini dulunya oleh Belanda diisi air, dimaksudkan untuk pendingin ruangan di gedung B. Namun pada saat pendudukan Jepang beralih fungsi menjadi penjara, tempat penyiksaan, hingga tempat eksekusi para tahanan dimana mayatnya dibuang di kali kecil yang mengalir dibelakang komplek Lawang Sewu.

Gedung A
Tidak sampai setengah jam berkeliling ruang bawah tanah saya sudah puas, ditambah sesak napas dan sedikit pening. Saya kembali menyusuri lembapnya lorong ditengah gedung B. Sebetulnya gedung B masih bisa dieksplorasi dilantai 2, namun karena keterbatasan waktu maka saya urungkan. Sayapun melangkah ke gedung utama, gedung A.

Gedung A
Aura di dalam gedung A yang saya rasakan lebih baik daripada gedung B. Disini dipamerkan bermacam-macam benda perkereta apian. Seperti mesin telegram, mesin pencetak tiket, telepon kuno, tiket kuno, semboyan-semboyan, dan lain-lain.

Mesin Telegram
Tiket Edmondson
Selain itu juga dipamerkan beberapa peta perkembangan jalur kereta api di Indonesia, yang sayangnya semakin tahun semakin menyusut. Ada pula foto-foto yang menggambarkan kondisi stasiun-stasiun di masa lalu.

Peta jalur KA
Foto KA masa lalu
Berjalan keluar kompleks tenyata ada sebuah lokomotif tua beserta gerbong pengangkut bahan bakarnya. Selain itu ada pula sebuah genta kereta api yang biasa dipasang diperlintasan sebidang rel kereta dengan jalan raya.

Lokomotif uap
Genta perlintasan
Cuaca Semarang kali ini sangat mendukung. Tidak hujan dan tidak panas. Matahari masih juga belum mau mengintip kota ini. Ini menguntungkan saya yang harus berjalan menuju destinasi kedua saya, Simpang Lima. Dari kawasan Tugu Muda menuju Simpang Lima berjarak sekitar 1,6 km ke arah Timur melewati Jalan Pandanaran. Trotoar sepanjang Jalan Pandanaran bersih, lebar, dan sudah diberi keramik, ini sangat mendukung para pejalan kaki. Walaupun agak licin karena habis diguyur hujan lebat.

Tugu Muda mendung
Setengah jam berjalan tibalah saya di Simpang Lima. Kawasan ini merupakan pusat keramaian kota Semarang. Karena selain ada lapangan yang menjadi alun-alun, juga terdapat beberapa hotel dan mall juga terdapat sebuah masjid yang cukup besar. Sejauh mata memandang kawasan ini tak ubahnya hanya lapangan yang dipenuhi pedagang-pedagang. Tak terlalu menarik menurut saya.

Etape 2 (Tugu Muda - Simpang Lima)
Hari sudah semakin sore, waktu saya di kota ini semakin singkat. saya segera menuju destinasi ketiga saya, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Karena jarak dari Simpang Lima ke MAJT cukup jauh maka saya putuskan naik angkot merah bernomor 08 menuju Perempatan Gajah (Lotte Mart), dengan tarif Rp. 3500. Dari situ disambung naik becak dengan tarif Rp. 10000 sampai MAJT.

Etape 3 (Simpang Lima - MAJT)
Masjid Agung Jawa Tengah
Pertama kali menginjakkan kaki di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) kesan pertama saya adalah megah, angkuh dan sepi. Masjid seharga 200 milyar rupiah ini diresmikan pada tahun 2006 oleh presiden SBY. Perhatian saya langsung tertuju pada menara tinggi menjulang di komplek MAJT ini.

Menara Al-Husna
Menara Al-Husna namanya, dinamakan demikian karena menara ini memiliki tinggi 99 meter. Didalamnya terdapat studio radio, museum, restoran, dan bilik pandang dilantai teratas. Pengunjung diwajibkan membayar Rp. 7000 untuk bisa naik kelantai paling atas. Pada saat saya datang museum sudah tutup, sedangkan restoran sudah tidak beroperasi lagi. Jadi saya hanya mengunjungi bilik pandang.

MAJT dari Menara Al-Husna
Diatas kita dapat melihat pemandangan 360 derajat. Di utara kita dapat melihat Laut Jawa beserta Pelabuhan Tanjung Mas. Sebelah barat kita dapat melihat gedung-gedung di Kota Semarang. Sebelah selatan dapat dilihat deretan pegunungan di daerah Ungaran. Sedangkan sebelah Timur sejauh mata memandang yang terlihat adalah permadani hijau alami.

Kota Semaraang dari Menara Al-Husna
Laut Jawa dari Menara Al-Husna
Diatas menara angin bertiup sangat kencang, membuat saya tidak bisa berlama-lama memandangi yang semesta sajikan. Saya lalu bertolak ke bangunan utama masjid. Tidak banyak yang bisa diceritakan, selain 6 buah payung hidrolik besar yang katanya sama dengan yang ada di Masjid Nabawi di Maddinah.

MAJT
Waktu semakin sore. Target saya sehabis maghrib sudah tiba di Stasiun Semarang Tawang, untuk mengejar kereta ke ibukota. Maka saya putuskan untuk berpisah dengan masjid terbesar di Jawa Tengah ini. Menuju destinasi saya selanjutnya di kota ini, Kota Lama Semarang.

Etape 4 (MAJT - Kota Lama)
Jarak dari Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) ke Kota Lama yang jauh dan hari yang sudah semakin sore maka saya putuskan untuk naik angkot saja. Namun ternyata angkot dari dan ke MAJT sangat jarang, saya pun tidak mau membuang waktu, maka saya naik becak ke Kota Lama. Perjalanan sejauh 3,7 km ditempuh selama 45 menit dengan tarif Rp. 25000.

Gereja Blenduk
Sampai di Kota Lama hujan ringan sudah menyambut saya. Saya turun disebuah bangunan gereja yang arsitekturnya cukup unik, Gereja Blenduk orang menyebutnya. Nama aslinya adalah Gereja GPIB Immanuel. Orang menyebut Blenduk karena kubahnya, yang mana Blenduk berarti kubah.

Kota Lama
Kota Lama
Hujan masih turun. Adzan magrib sebentar lagi akan berkumandang. Saya pun mempercepat langkah menyusuri Kota Lama yang mempunyai luas sekitar 31 Ha ini. Sepanjang kiri kanan jalan banyak ditemui bangunan bergaya art deco peninggalan Belanda.

Stasiun Semarang Tawng
Hari semakin gelap. Adzan maghrib sudah berkumandang rupanya. Saya pun segera melangkahkan kaki menuju destinasi terakhir, Stasiun Semarang Tawang. Sebuah stasiun tua peninggalan Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) yang dibuka tahun 1868. Sisa waktu saya habiskan sembari menunggu kereta saya untuk pulang ke ibukota yang berangkat pukul 20.00 WIB.

Selasa, 04 Maret 2014

(TRIP REPORT) KA 140L Tawang Jaya


Terhitung sejak terakhir ngebolang ke Palembang akhir Desember lalu saya vakum naik kereta. Dan karena sakaw yang begitu sangat mau naik ular besi, akhirnya hari Sabtu 22 Februari 2013 saya bisa naik kereta lagi. Tujuan kali ini adalah kota dimana sejarah perkereta apian di Indonesia dimulai, Semarang.

Lawang Sewu
Ini adalah perjalanan naik kereta paling pagi saya. Setelah 2 tahun lalu naik Kutojaya Utara start pukul 06.45. Kali ini kereta Tawang Jaya berangkat dari Stasiun Pasar Senen pukul 06.10 WIB. Itu berarti saya sudah berangkat dari rumah sejak pukul 05.30 WIB.


Stasiun Pasar Senen
Singkat cerita sampai Stasiun Pasar Senen langsung boarding dan menuju peron. KA 140L Tawng Jaya terlambat sepertinya. Jam 06.20 WIB dijadwalkan kereta berangkat, namun pada saat itu kereta malah baru tiba Stasiun Pasar Senen. Hingga akhirnya diberangkatkan menuju Stasiun Semarang Poncol pukul 06.32 WIB.

Pemandangan
Nomor kereta
Awal mula perjalanan okupansi hampir 100%. Dikereta saya hanya ada 2 atau 3 kursi yang kosong. Saya duduk di K3AC-7 / 24D. Saya kira kursi ini menghadap kedepan, ternyata sebaliknya. Perjalanan double track hingga Cirebon dilahap tanpa banyak hambatan.

KA 72 Purwojaya
Tercatat KA 140L Tawang Jaya melintasi stasiun:
0632 PSE
0646 JNG ls
0704 BKS ls
0743 CKP ls
0850 JTB ls
0922-0930 CNP disusul KA 72 Purwojaya


Stasiun Cirebon Prujakan
Mulai dari Stasiun Cirebon Prujakan penumpang KA 140L Tawang Jaya mulai berkurang. Diperjalanan saya sempatkan sarapan direstorasi dengan menu nasi goreng yang harus ditebus dengan harga Rp. 12000.

Selanjutnya tercatat KA 140L Tawang Jaya melintasi stasiun:
0955 LOS ls
1004-1006 TGN
1023-1025 BB
1038-1049 TG x KA 91 Fajar Utama Semarang
1112-1116 PML
Stasiun Tanjung
Stasiun Brebes
Stasiun Tegal

Stasiun Pemalang
Lepas Stasiun Pemalang banyak penumpang yang turun. Kondisi kereta semakin sepi. Kondisi cuaca semakin lebat hujannya. Selanjutnya tercatat KA 140L Tawang Jaya melintasi stasiun:
1142-1149 PK
1201-1204 UJN x KA Peti Kemas
1224 PLB ls x KA Peti Kemas
1238-1241 WLR
1307 JRK
1317 SMC
Stasiun Pekalongan
Eks Dipo Stasiun Pekalongan

Silang KA Peti Kemas
Stasiun Weleri
Sampai Stasiun Semarang Poncol tepat pukul 13,17 WIB. Sedangkan di tiket tertera pukul 12.50 WIB. Berarti KA 140L Tawang Jaya telat sekitar 27 menit. Masih dibatas toleransi untuk KA ekonomi.




Stasiun Semarang Poncol





Disclaimer:
- Penunjukan waktu pada TR berdasar pada jam di handphone saya.
- Untuk singkatan stasiun bila belum paham bisa lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_stasiun_kereta_api_di_Indonesia#I
- Mohon maaf apabila ada kata-kata penulisan yang kurang berkenan.

Popular posts

Iklan